Rabu, 25 Oktober 2017

Penghentian Reklamasi Rumit, Anies Nyatakan Masih Akan Mengkaji

 

Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mempersilakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghentikan reklamasi. Namun, upaya itu rumit, akan berbenturan dengan sederet produk-produk hukum yang mengatur reklamasi. Menghentikan reklamasi adalah satu dari 23 janji Anies Baswedan-Sandiaga Uno saat berkampanye menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI periode 2017-2022. Anies menjelaskan, pihaknya akan menghentikan,reklamasi pulau yang belum berjalan. Pulau yang sudah berbentuk adalah pulau C,D, dan G.

“Ya silahkan aja, wewenang masing – masing. Kalau wewenang membatalkan, monggo, tetapi ingat, pembangunan pulau – pulau ini dulu itu Keppresnya Pak Harto (Presiden kedua RI), “kata Mentri Luhut saat dikantor Redaksi Kompas, Senin (23/10).

Ketika menjabat presiden, Soeharto menerbitkan keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Setelah Keppres tersebut, regulasi – regulasi lain terkait reklamasi terbit . Namun, Keppres No 52/1995 tidak pernah dicabut seluruhnya sehingga masih berlaku hingga sekarang.

Produk hukum lain yang juga mengatur reklamasi dipantai utara Jakarta diantaranya peraturan Presiden nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur. Perpres Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau – pulau kecil.peraturan Daerah Provinsi DKI Nomor 1 Tahun 2012 tentang rencana Tata Ruang Wilayang 2030 dan peraturan Gubernur DKI Nomor 146 tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Membangun dan Pelayanan Perizinan Prasarana Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

“Jika mau membatalkan, kita harus mengubah semua (peraturan) ini ujar Luhut.

Staf Khusus Menko Kemaritiman Bidang Hukum dan Perundang – Undangan Lambock V Nahattands menambahkan, berdasarkan Pasal 32 Peraturan Presiden nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau kecil, permohonan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi yang diajukan sebelum ditetapkannya perpres ini diproses sesuai ketentuan yang berlaku sebelumnya. Izin yang sudah diterbitkan seblum ditetapkannya perpres ini tetap berlaku samapi jangka waktu izin berakhir.

“jadi, izin tidak bisa diganggu. Kalau dinyatakan tidak berlaku,bagaimana kepastian hukumnya..??” kata Lambock.

Pada sisi lain, menarik draf rancangan peraturan daerah DKI tentang rancangan peraturan daerah DKI tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil (RZWP3K) dan menghilangkan peraturan soal reklamasi tidak serta merta bisa menghentikan reklamasi. Sebab, terdapat perda yang sudah terbit sebelumnyadan mengatur reklamasi.

Pasal 108 Ayat 2 Huruf b Perda DKI Nomor 1 Tahun 2012 tentang rencana Tata Ruang Wilayah 2030 menyebutkan, reklamasi dilakukan dalam bentuk pulau dengan lebar literal sesuai Perpres nomor 54 Tahun 2008.

KENDALI DI DKI

Sebelumnya , anggota Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Tigor Hutapea, meminta pemimpin DKI tidak gentar terhadap putusan pemerintah pusat yang mencabut sanksi penghentian sementara reklamasi atau tidak tetap ditangan Gubernur DKI.

Menurut Tigor, yang bisa dilakukan, antara lain, Anies menarik draf RZWP3K yang akan dibahas eksekutif bersama DPRD DKI, menghilangkan rumusan pengaturan soal reklamasi dari draf raperda, kemudian membahas bersama DPRD tanpa mengikutsertakan isu reklamasi.

Terkait pembatalan reklamasi, Anies hanya mengatakan masih dikaji. Kepala Bappeda DKI Jakarta Tuty kusumawati pernah menyatakan, reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta tidak menyebabkan memburuknya rod di daratan akibat kenaikan muka air laut. Pulau buatan justru memecah gelombang dan mengurangi risiko abrasi.

Pembangunan pulau reklamasi, kata Tuty, juga mengharuskan pembuatan kanal yang memungkinkan alur pelayaran terjaga dn nelayan tetap bisa melaut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar