Kamis, 30 November 2017

Hendardi : Aksi 212 Adalah Aksi Untuk Naikan Daya Tawar Politik


Komentar Pers, Hendardi, Ketua SETARA Institute, 1/12:

1. Perayaan 1 tahun aksi 212 telah menggambarkan secara nyata bahwa aksi yang digagas oleh sejumlah elit Islam politik pada 2016 lalu adalah gerakan politik. Sebagai sebuah gerakan politik maka kontinuitas gerakan ini akan menjadi arena politik baru yang akan terus dibangkitkan sejalan dengan agenda-agenda politik formal kenegaraan.

2. Menguasai ruang publik (public space) adalah target para elit 212 untuk terus menaikkan daya tawar politik dengan para pemburu kekuasaan atau dengan kelompok politik yang sedang memerintah. Bagi mereka public space is politic. Jadi, meskipun gerakan ini tidak memiliki tujuan yang begitu jelas dalam konteks mewujudkan cita-cita nasional, gerakan ini akan terus dikapitalisasi.

3. Sayangnya, gerakan 212 menggunakan pranata dan instrumen agama Islam, yang oleh banyak tokoh-tokoh Islam mainstream justru dianggap memperburuk kualitas keagamaan di Indonesia. Apapun alasannya, populisme agama sesungguhnya menghilangkan rasionalitas umat dalam beragama. Juga menghilangkan rasionalitas warga dalam menjalankan hak politiknya.

4. Namun demikian, perlahan gerakan ini mulai kehilangan dukungan sejalan dengan meningkatnya kesadaran warga untuk menjauhi praktik politisasi identitas agama untuk merengkuh dukungan politik atau menundukkan lawan-lawan politik. Warga juga telah menyadari bahwa gerakan semacam ini membahayakan kohesi sosial bangsa yang majemuk. Jadi, kecuali untuk kepentingan elit 212, maka gerakan ini sebenarnya tidak relevan menjawab tantangan kebangsaan dan kenegaraan kita. Tks.

Rabu, 22 November 2017

Viral Tak Tanda Tangani Kepanitiaan Reuni 212, Bachtiar Nasir: Saya Belum Pernah Ikut Rapat Sekalipun

Jakarta – Pentolan GNPF Ulama Ustadz Bachtiar Nasir mengaku dirinya hingga saat ini belum pernah mengikuti rapat perihal rencana reuni akbar 212 di Monas pada 2 Desember mendatang.
“Saya belum pernah ikut rapat sekalipun, jadi saya belum tahu tentang acara itu,” ungkap Bachtiar Nasir, hari ini.
Dia menyebutkan bahwa Ketua panitia nya dalam kegiatan 212 adalah KH. Misbahul Anam sehingga dalam hal ini dirinya belum dilibatkan dalam rapat tersebut.
“Jadi saya belum pernah rapat, takutnya saya salah ngomong,” ujarnya.
“Tapi GNPF Ulama diundang oleh panitia 212,” ucapnya.
Dikatakannya, Presidium Alumni 212 awalnya merupakan dibawah komando GNPM MUI. Namun, kata dia, untuk panitia kegiatan 212 2017 lebih banyak berasal dari FPI (Front Pembela Islam), dan Presidium Alumni 212.
“Terkait reuni 212 GNPF Ulama belum pernah rapat jadi belum bisa memberikan keterangan terkait kegiatan 212,” tandasnya.
Sumber : http://voahidayatullah.com/2017/11/22/reuni-212-bachtiar-nasir-gnpf-ulama-belum-pernah-rapat/

Rabu, 08 November 2017

Wapres Kalla Tak Setuju Usul Pembentukan TGPF Kasus Novel Baswedan


Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak setuju usul pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengusut kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan.
Wapres Kalla masih optimistis Polri bisa menemukan pelaku penyerang Novel.

"Ya tidak semua harus TGPF, tergantung pandangan. Kalau polri sudah masih optimistis bisa dan kita mendorong bisa, tidak perlu," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (7/11/2017).

"(Polisi) harus serius dan saya yakin polisi akan serius," ujarnya

Saat wartawan menyinggung bahwa saat ini sudah 209 hari sejak penyerangan dilakukan kepada Novel, Kalla menyebut kemungkinan penyelesaian kasusnya agak sulit. Namun, ia tetap meyakini polisi bisa mengusut tuntas kasus ini.

"Ya mungkin perkaranya sulit memang. Kita tetap puji keseriusan polisi, mudah-mudahan tidak dalam waktu lama bisa diungkap," kata dia.

Sementara, Presiden Joko Widodo sebelumnya mengaku akan terlebih dahulu memanggil Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk bertanya perkembangan kasus Novel sebelum memutuskan perlu tidaknya pembentukan TGPF.

Jokowi juga pernah memanggil Kapolri saat desakan membentuk tim pencari fakta kasus Novel mencuat, Juli lalu.

Namun, saat itu Jokowi memutuskan untuk tidak membentuk tim pencari fakta dan menyerahkan sepenuhnya penyelidikan kasus Novel kepada kepolisian.

Novel disiram cairan yang diduga air keras oleh orang tak dikenal di dekat Masjid Jami Al Ihsan pada 11 April 2017. Saat itu, Novel baru saja selesai menunaikan shalat Subuh berjemaah di masjid dekat rumahnya tersebut sekitar pukul 05.10 WIB.

Novel Baswedan merupakan Kepala Satuan Tugas yang menangani beberapa perkara besar yang sedang ditangani KPK. Salah satunya adalah kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Selasa, 07 November 2017

Hina Orang Bugis, JK: Mahathir Harus Minta Maaf



Jakarta : Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad meminta maaf atas hinaan terhadap suku Bugis yang dilontarkannya dalam pidato kontroversial pada 14 Oktober 2017 lalu.

Kalla mengatakan bahwa dirinya terkejut saat mengetahui pidato Mahathir yang memberiikan pernyataan menghina terhadap rival politiknya dengan menyatakan bahwa Perdana Menteri Datuk Seri Najib Tun Razak adalah perompak karena berasal dari suku Bugis.

“Pertama sebagai orang Bugis saya protes dan terkejut. Maka, Mahathir harus minta maaf. Karena orang Bugis itu bukan hanya ada di Sulawesi Selatan, tapi di seluruh Indonesia, bahkan di Malaysia,” kata Kalla, di Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Kalla menambahkan, Mahathir harus meralat pernyataannya tersebut karena dianggap melukai suku Bugis, dan tidak seharusnya pernyataan tersebut dilontarkan dalam pidato Mahathir dalam orasi politiknya di Lapangan Harapan, Petaling Jaya, Kuala Lumpur, Sabtu malam (14/10/2017).
“Mahathir harus meralat, jangan dihubung-hubungkan (soal suku),” ujar Kalla, yang keturunan Bugis tersebut seperti yang dilansir dari Antara.

Dalam pidato politiknya beberapa waktu lalu menyebutkan secara gamblang bahwa etnis keturunan Bugis sebagai pencuri dan penyamun. Setelah muncul pernyataan tersebut, Mahathir mendapatkan berbagai reaksi dan kecaman terutama dari masyarakat keturunan Bugis.

Protes keras disampaikan oleh Persatuan Perpaduan Rumpun Bugis Melayu Malaysia (PPRBMM) di hadapan Yayasan Kepemimpinan Perdana pada 18 oktober 2017, akibat pernyataan Mahathir tersebut.

Mereka mendesak Mahathir memohon maaf dan menarik balik pernyataannya yang mengatakan Bugis sebagai lanun.

Sabtu, 04 November 2017

Margarito Dan Johnson Panjaitan Tegaskan KPK Harus Dibersihkan


Jakarta - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis mendukung keputusan Direktur Penyidikan KPK Brigjen (Pol) Aris Budiman melaporkan penghinaan yang dilakukan Novel Baswedan melalui e-mail yang juga ditembuskan ke beberapa pimpinan KPK. Hal ini disampaikan Margarito saat tampil di ILC (Indonesia Lawyers Club) TV One, Selasa (5/9/2017), di Jakarta.

Apa yang dilakukan Aris sendiri setelah mendapat penghinaan tersebut adalah melaporkan hal itu ke pengawas internal KPK. Margarito bahkan menilainya tak perlu lagi.

“Yang membedakan manusia dengan kerbau, sapi, dan kambing adalah harga diri. Kalau saya jadi Aris, maka saya sampahkan aturan internal itu. Saya akan langsung laporkan itu ke polisi,” kata Margarito.

Sementara Johnson Panjaitan, pengacara korban yang ditembak Novel Baswedan di Bengkulu, langsung mengungkap bagaimana kasusnya dihentikan begitu saja. “Masa saya sudah menang di praperadilan, bahkan tanggal sidangnya sudah ditentukan, tapi tak jadi sidang. Apa seperti ini negara kita dikelola,” kata Johnson.

Dalam unggahan video di youtube atas acara tersebut, khususnya yang menyangkut pernyataan Margarito ini sudah mendapatkan 12 likes dan empat unlikes. Sementara video tersebut juga sudah ditonton oleh 3457 warganet hingga Rabu (6/9/2017) pagi.

Jumat, 03 November 2017

Peneror Novel Belum Terungkap, Polisi: Hanya Masalah Waktu

Pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan masih misteri. Sudah lebih dari 200 hari, polisi belum dapat mengungkap pelakunya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menegaskan pihaknya masih terus melakukan upaya penyelidikan guna mengungkap siapa di balik teror tersebut.
“Hanya masalah waktu saja,” kata Argo kepada detikcom saat ditemui di ruangannya, Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (3/11/2017).
Ia katakan, pengungkapan kasus memiliki karakteristik berbeda-beda. Kecepatan penyidik dalam mengungkap kasus tergantung tingkat kesulitannya.
“Ada kasus yang cepat diungkap dan ada yang lamban, karena tingkat kesulitannya beda,” lanjut Argo.
Argo mencontohkan, kasus pengeboman Kedutaan Besar Indonesia di Paris, Prancis yang terjadi pada tahun 2004 dan 2012 silam. Meski kantor kedutaan tersebut memiliki CCTV yang bisa memberikan petunjuk, namun pelakunya hingga kini belum terungkap.
“Itu kasus Kedubes Indonesia di Paris dua kali dibom belum juga terungkap, padahal mereka sudah sangat serius dan sistem CCTV mereka bagus,” imbuh Argo.
Argo menyampaikan, Polda Metro Jaya sangat serius untuk mengungkap kasus ini. Ia juga meyakinkan kepolisian terus bekerja untuk mengungkap kasus tersebut.
“Penyidik masih terus bekerja mengumpulkan bukti-bukti untuk menangkap siapa pelakunya,” kata Argo.

Rabu, 01 November 2017

PERMAINAN LICIK Novel Baswedan, Tempo, Dan ICW


Ternyata di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu juga ada lahan basah. Lahan di mana banyak orang berebut rejeki. Dan itu dimanfaatkan banyak pihak. Ya, oknum penyidik KPK, ya oknum wartawan, ya oknum LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

Lahan basah inilah sebenarnya yang diincar Novel Baswedan dan gengnya.

Ribut-ribut antara Novel Baswedan dkk dengan Direktur Penyidikan KPK Brigjen Aris Budiman tak lain karena Novel ingin menguasai lahan basah di KPK tadi.

Tapi masalah ini jadi ruwet dan opini publik karena adanya keterlibatan media besar Tempo dan wartawan-wartawannya seperti Wahyu Muryadi, Arif Zulkifli dll.

Di samping telah menguasai Majalah Tempo, Novel dkk juga menguasai LSM Indonesia Coruption Watch (ICW).

Dengan dua kekuatan ini, Novel Baswedan sangat powerfull di KPK. Setiap yang berseberangan dengan Novel Baswedan, pasti dihajar Tempo dengan menggunakan corong ICW.

“Novel, TEMPO, ICW itu satu geng. Pimpinan KPK pun tak berdaya. Apalagi pendiri ICW Teten Masduki ada di Istana. Febri Diansyah hanya boneka Teten karena sama-sama ICW,” kata seorang politikus DPR kepada
DobrakNews
Incar Posisi Dirdik
Tentu publik ingat bagaimana Aris Budiman seorang jenderal polisi bintang satu “dihabisi” geng Novel. Karena Novel ingin mengincar posisi yang diduduki Aris Direktur Penyidikan KPK.
Dicari lah berbagai cara untuk membunuh karakter Aris dan itu berhasil. Dengan dukungan TEMPO dan ICW, mereka berhasil menyingkirkan Aris.

Dengan tersingkirnya Aris di KPK, posisi ini akan diisi Novel Baswedan. Bayangkan seorang Kompol pensiunan dan masih sangat ijo bisa menduduki posisi Direktur Penyidikan selevel Jenderal Polisi bintang satu.

Aris alumnus Akpol 1988. Novel Akpol 1998. Beda sepuluh tahun. Kalau di Polri, Aris sudah Kapolda bintang satu, Novel Baswedan baru selevel Kapolres.

Di sinilah peran TEMPO. Novel dibikin super hero. Orang suci. Tokoh Pemberantasan Korupsi. Seakan-akan tanpa Novel, KPK akan mati suri. Lumpuh.

Jika ada serangan terhadap Novel dibangunlah opini seakan akan serangan itu terhadap lembaga KPK. Novel itu KPK dan KPK itu Novel.

Sebenarnya apa yang terjadi di KPK?Berdasarkan informasi yang dihimpun DOBRAKNEWS di KPK, Novel itu pemimpin Kelompok 28 di KPK beranggotakan polisi dan non polisi dan sebagian besar adalah rekan satu angkatan Novel di Akpol dan sebagian lagi juniornya.

Kelompok 28 ingin menguasai jabatan-jabatan yang dipegang penyidik polri. Ini masalah karir dan masa depan mereka rupanya.

Dulu tidak ada konflik karena geng Novel merasa paling senior dan merasa sebagai penyidik senior. Tapi setelah posisi Direktur Penyidikan diduduki Aris Budiman kelompok Novel gelisah. Bisa jadi marah.

Rupanya jauh-jauh hari kelompok Novel sudah mengincar posisi Direktur Penyidikan dan selanjutnya Deputi KPK dengan harapan bisa jadi komisioner KPK setelah itu.

Adanya perwira Polri senior seperti Aris Budiman dianggap penghalang bagi geng Novel. Untuk menendang Aris dari KPK dibuatlah isu integritas dan lain lain.

Padahal Novel dkk sejatinya jabatan jabatan strategis itu dipegang kelompok mereka.
Benarkah Novel hebat seperti digembar-gemborkan TEMPO?

Novel ini polisi dengan prestasi biasa-biasa saja. Dia bukan lulusan Akpol 98 yg ranking top di angkatannya. Dia cuma ada pada papan tengah. Yg top itu AKBP Robert Dedeo juga eks KPK. Dia Adhi Makayasa.

Novel pernah jadi Kasat Serse Polres Bengkulu. Lihat apa yang dilakukannya. Membunuh tersangka yang harusnya dia lindungi. Masa gara-gara sarang burung walet orang mati dan yang lainnya lumpuh karena kakinya ditembak Novel.
Dimana kasus kejahatan Novel itu sekarang? Dipetieskan. Hilang tak tentu rimbaya. Novel benar-benar orang hebat yang tak tersentuh hukum. Coba giliran Novel disiram air keras seperti Indonesia teriak karena di blow up oleh TEMPO, ICW dan geng !

Sejumlah penyidik KPK baik yang dari unsur Polri mau pun non Polri suda muak dengan manuver dan sinetron yang dibangun Novel Baswedan, TEMPO, ICW and geng media yang mereka bangun.

“NB gak ada apa2nya. Hasil kerjaan polisi polisi top ini yg dibajak oleh Novel untuk menutupi kelemahannya dan agar dianggap berintegritas dia nanti yg kelihatan di Media, TV, kasih bocoran ke majalah Tempo agar seolah2 hasil kerja dia. Teman2nya banyak kesal dan dongkol dengan kelakuannya ini. Dan bawa bawa agama supaya kelihatan di publik seperti seorang pahlawan anti korupsi,” kata penyidik KPK tersebut.

Teman angkatan Novel Akpol 98 tahu kelas dan kualitasnya Novel biasa saja. Mereka banyak yg mencibir dengan cara Novel membentuk opini di media seperti sosok yg hebat. Taat agama.
Sebenarnya Novel dkk masih butuh puluhan penyidik Polri tapi pangkat AKP ke bawah. Agar Novel Baswedan tidak ada saingan dan bisa kendalikan yang yunior yunior tersebut.

Geng Novel paham betul bahwa masih perlu penyidik polri. Karena penyidik Polri mumpuni dan pengalaman. Mental berani menabrak tersangka koruptor dibanding penyidik yg dari sipil yg latar belakangnya tidak jelas.

Penyidik dari Polri juga mudah koordinasi dengan polisi wilayah yang diperlukan KPK untuk membantu mereka saat operasi di wilayah.
Jabatan yg diincar Geng Novel: Direktur Sidik, Direktur Monitor, Kepala Pengawas Internal dan berikutnya Deputi.

“Geng Novel Baswedan itu galau. Maka dia mulai kalah dengan teman angkatannya. Maka berusaha keras jadi Direktur atau eselon dua sehingga merasa tidak ketinggalan dari temannya yang masih dinas di Polri. Bahkan Novel Baswedan ingin lebih tinggi. Jika dia jadi Direktur Penyidikan di KPK, itu sama dengan level Kapolda bintang satu.

TEMPOMedia pro Novel seperti TEMPO, memang menjadikan Novel hero. Imbalannya Novel membocorkan hasil penyidikan kasus di KPK ke media itu. Bukan hanya sekedar informasi, ada deal-deal berbau rupiah yang melibatkan oknum wartawan TEMPO.

TEMPO selalu dapat berita update berita dari KPK. Itu bocoran Novel Baswedan. Dan berita ini kemudian dijadikan alat deal. Bahasa kasarnya pemerasan.

“Geng Novel, Tempo, ICW itu bagian dari sindikat ini. Tangkap, beritakan, peras, diamkan,” kata sumber.

(DobrakNews punya catatan kasus yang dijadikan uang oleh kelompok ini. Nanti kami bongkar)
Lantas kenapa Novel benci mantan institusi nya?”Novel sakit hati. Dua kali gagal Sespim. Sejak itu dia dendam dengan Polri,” kata teman angkatan Novel.
ICW

ICW selama 2 tahun terakhir ini seolah2 jadi ormasnya KPK. Hidup mati ikut KPK. Salah benar dukung KPK.

ICW seharusnya jadi patner KPK yang kritis. Bukan jadi antek bodoh. Apalagi jadi antek Novel Baswedan, dan Teten Masduki.
Kini ICW tdk lebih dari ‘herder’ Novel yang setia dan siap menggonggong siapa saja yg serang, kritik, Novel Baswedan.

Di mata ICW, Novel bak malaikat surga yg bersih suci tanpa noda. Padahal KPK jilid 3 ini penuh dgn coreng moreng hitam diwajah bopengnya
Kenapa ICW rela jadi underbouw KPK
Ini tidak terlepas dari 3 faktor.
1) Bambang Widjajanto Wakil ketua KPK masih merangkap jabatan di ICW.
Padahal, sesuai UU KPK pasal 29 ayat 9, disebutkan pimpinan KPK tdk boleh merangkap jabatan struktural dan jabatan lain apapun dimanapun. Bahkan untuk UU KPK juga mewajibkan pimpinan Komisi untuk menghentikan profesi awalnya ketika dia sudah dilantik menjadi pimpinan KPK.
Namun, UU KPK ini dilanggar sendiri oleh Bambang Widjajanto serta dibiarkan saja oleh KPK dan ICW.

Sungguh ironis dan memalukan.Demikian juga dengan penilaian bahwa KPK tebang pilih dan diskriminasi terhadap kasus, terduga dan TSK tertentu menjadi berdasar/terbukti.Jika Pimpinan KPK saja adalah seorang pelanggar hukum, bagaimana rakyat dan bangsa ini bisa mempercayai KPK utk menegakan hukum?

Bagaimana dgn ICW ?

SejakICW diketahui menerima bantuan finansial dari KPK, maka integritas dan independensi ICW pun lenyap. Hancur. ICW melanggar sendiri nilai2 organisasinya sendiri : keadilan, kesetaran, demokratis, kejujuran. ICW sdh meninggalkan nilai-nilai tersebut.

ICW juga sudah melanggar prinsip2 organisasinya sendiri : integritas, akuntabilitas, independen, objektif dan antidiskriminasi.
Penyelewengan ICW pada misi, prinsip dan nilai2nya sendiri ini diakui oleh seorang pendiri dan anggota dewan etik ICW.

Sungguh memalukanLihat bagaimana ICW memberikan komentar dan tanggapan terhadap kasus kasus Novel Baswedan. Sangat kental nuansa subjektif, diskriminasi, non independen
ICW selalu membela Novel membabi buta, tidak pernah berikan kontrol dan koreksi. Tak objektif dan tidak mendorong terwujudnya KPK yang bersih.

ICW tidak pernah kritis dan koreksi KPK RI yg terbukti sangat lamban mengusut korupsi2 istana, cikeas, keluarga & kroni Presiden.
ICW tidak pernah mengkritisi busuknya KPK dan pelangaran2 hukum, etika dan SOP yang dilakukan oleh KPK.

Pura pura bego. Memalukan. ICW tidak pernah membahas kooptasi dan penyanderaan KPK oleh pihak istana/cikeas. ICW buta bisu tuli jika ada kebusukan di KPK.

Why ?

ICW tidak pernah bersikap adil ketika terjadi penzaliman dan kriminalisasi yang dilakukan oleh KPK terhadap tokoh2 tertentu seperti Anas Urbaningrum.

ICW bungkam ketika KPK tidak berkutik dan bertekuk lutut dalam pengusutan korupsi Hambalang yg melibatkan Choel, Ibas, Ani, Joyo dll
ICW tdk pernah bersuara ketika melihat keanehan2 dalam penetapan prioritas dan perlakuan proses hukum oleh KPK.

ICW sah jadi budak KPK. Jadi budak Novel Baswedan. Jadi budak budak Teten Masduki.
ICW tidak pernah bersuara, gagu, tergigit lidahnya ketika KPK tidak juga usut 31 kasus korupsi nazar dan Sandi Uno.

Tanya kenapa?

ICW gagap ketika melihat Petinggi2 KPK sdh melacurkan diri, bahkan menjadi kriminal dan tersandera istana karena ancaman jadi Tersangka di zaman Rezim SBY.

ICW terkencing-kencing di celana dan ngumpet di balik meja ketika tahu Warih Sadono paksakan kasus Miranda Gultom yg ditolak 6 penyidik KPK. ICW tak mampu mendesak KPK RI untuk usut kasus century, usut Sri Mulyani, Budiono, Marsilam Simanjuntak cs yg terlibat di Century
Busuknya moralitas ICW dan BW yang melanggar UU KPK tsb membuat tuduhan bhw BW merekayasa saksi palsu jd beralasan.

ICW jadi budak : SAH. Bukan hanya faktor uang, faktor perut lapar dan dapur harus berasap yg menjadi motif ICW jadi budak KPK. Juga karena pengaruh senior2nya. ICW sejak berganti donatur dari Arifin Panigoro ke kelompok sosialis, menjadi berubah ideologinya menjadi organisasi sosialis oportunis.

Apalagi KPK RI berbaik hati dan karena berharap dukungan ICW dlm pembentukan opini, memberi kesempatan staf ICW jadi pegawai KPK. KKN !
Lupakanlah independensi ICW dan KPK. Lupakan integeritas ICW dan KPK. Sama2 pelacur hukum dan perusak tatanan hukum Indonesia. 
MERDEKA !

Rabu, 25 Oktober 2017

Penghentian Reklamasi Rumit, Anies Nyatakan Masih Akan Mengkaji

 

Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mempersilakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghentikan reklamasi. Namun, upaya itu rumit, akan berbenturan dengan sederet produk-produk hukum yang mengatur reklamasi. Menghentikan reklamasi adalah satu dari 23 janji Anies Baswedan-Sandiaga Uno saat berkampanye menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI periode 2017-2022. Anies menjelaskan, pihaknya akan menghentikan,reklamasi pulau yang belum berjalan. Pulau yang sudah berbentuk adalah pulau C,D, dan G.

“Ya silahkan aja, wewenang masing – masing. Kalau wewenang membatalkan, monggo, tetapi ingat, pembangunan pulau – pulau ini dulu itu Keppresnya Pak Harto (Presiden kedua RI), “kata Mentri Luhut saat dikantor Redaksi Kompas, Senin (23/10).

Ketika menjabat presiden, Soeharto menerbitkan keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Setelah Keppres tersebut, regulasi – regulasi lain terkait reklamasi terbit . Namun, Keppres No 52/1995 tidak pernah dicabut seluruhnya sehingga masih berlaku hingga sekarang.

Produk hukum lain yang juga mengatur reklamasi dipantai utara Jakarta diantaranya peraturan Presiden nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur. Perpres Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau – pulau kecil.peraturan Daerah Provinsi DKI Nomor 1 Tahun 2012 tentang rencana Tata Ruang Wilayang 2030 dan peraturan Gubernur DKI Nomor 146 tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Membangun dan Pelayanan Perizinan Prasarana Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

“Jika mau membatalkan, kita harus mengubah semua (peraturan) ini ujar Luhut.

Staf Khusus Menko Kemaritiman Bidang Hukum dan Perundang – Undangan Lambock V Nahattands menambahkan, berdasarkan Pasal 32 Peraturan Presiden nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau kecil, permohonan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi yang diajukan sebelum ditetapkannya perpres ini diproses sesuai ketentuan yang berlaku sebelumnya. Izin yang sudah diterbitkan seblum ditetapkannya perpres ini tetap berlaku samapi jangka waktu izin berakhir.

“jadi, izin tidak bisa diganggu. Kalau dinyatakan tidak berlaku,bagaimana kepastian hukumnya..??” kata Lambock.

Pada sisi lain, menarik draf rancangan peraturan daerah DKI tentang rancangan peraturan daerah DKI tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil (RZWP3K) dan menghilangkan peraturan soal reklamasi tidak serta merta bisa menghentikan reklamasi. Sebab, terdapat perda yang sudah terbit sebelumnyadan mengatur reklamasi.

Pasal 108 Ayat 2 Huruf b Perda DKI Nomor 1 Tahun 2012 tentang rencana Tata Ruang Wilayah 2030 menyebutkan, reklamasi dilakukan dalam bentuk pulau dengan lebar literal sesuai Perpres nomor 54 Tahun 2008.

KENDALI DI DKI

Sebelumnya , anggota Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Tigor Hutapea, meminta pemimpin DKI tidak gentar terhadap putusan pemerintah pusat yang mencabut sanksi penghentian sementara reklamasi atau tidak tetap ditangan Gubernur DKI.

Menurut Tigor, yang bisa dilakukan, antara lain, Anies menarik draf RZWP3K yang akan dibahas eksekutif bersama DPRD DKI, menghilangkan rumusan pengaturan soal reklamasi dari draf raperda, kemudian membahas bersama DPRD tanpa mengikutsertakan isu reklamasi.

Terkait pembatalan reklamasi, Anies hanya mengatakan masih dikaji. Kepala Bappeda DKI Jakarta Tuty kusumawati pernah menyatakan, reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta tidak menyebabkan memburuknya rod di daratan akibat kenaikan muka air laut. Pulau buatan justru memecah gelombang dan mengurangi risiko abrasi.

Pembangunan pulau reklamasi, kata Tuty, juga mengharuskan pembuatan kanal yang memungkinkan alur pelayaran terjaga dn nelayan tetap bisa melaut.

Minggu, 22 Oktober 2017

Mahasiswa Ikut Aksi 2610, Kordinator Pusat BEM SI : HOAX!





JAKARTA - Beredar pesan berantai melalui whatsapp bahwasanya Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) akan turun aksi pada Aksi 2610 di Gedung DPR RI

Adapun isi pesan tersebut sebagai berikut :
26 Oktober 2017 SEMUA ELEMEN BANGSA BERSATU BERSAMA MAHASISWA DAN PELAJAR SERTA SANTRI JUGA PARA ALIM ULAMA SELURUH INDONESIA DUDUKI DPRD DPD RI DPR RI MPR RI — >>> Korlap BEM SI, Rencana Konfirm: Orator National Sri Bintang P, Amien Rais, Rahmawati dan Tokoh Lainnya.
KORDINASIKAN SEKARANG JUGA

Road To Kebangkitan!
“Perjuangan ini tidak mengenal sikap ganda. Ia hanya mengenal satu sikap totalitas. Siapa yang bersedia untuk itu, maka ia harus hidup dalam perjuangan dan perjuangan melebur dalam dirinya. Dan pastikan kamu ada di jalan juang ini!”
Silahkan Chek Suara Rakyat:
Jateng DIY
– Solo: (Ilham +6282322940982)
BSJB
– (Ihsan +6289602634255)
Jawa Timur
– Malang (Ahmad Khoiruddin 0898 1234 199)
– Madura (Arifin: 082333934992)
Sumatera Bagian Utara
– Pekanbaru (Khair 085363815381)
– Padang (Nurul Fikri +6285777996400)
Sumatera Bagian Selatan
– Lampung: J(Herwin Saputra 081222751048 )
Kaltengbar
– Pontianak: (Anca 081254847353)
Kaltimsel
– Samarinda: (Freijae Rakasiwi 085250245065)
Balinusra
– Mataram, Lombok: (Onang 085333928569)
Jabar
– Bandung (Fauzi +628986947515 )
Koordinator Pusat Aliansi BEM Seluruh Indonesia
Presiden BEM UNS Surakarta
Wildan Wahyu Nugroho
089675538636

Saat dikonfirmasi langsung kepada Koordinator Pusat BEM SI Wildan Wahyu Nugroho menegaskan bahwa pesan tersebut adalah tidak benar alias hoax.

“Hoax,” tegas Wildan.

Pesan tersebut memastikan bahwa ada pihak yang tidak bertanggung jawab sengaja memperkeruh suasana dan bikin gaduh.

Kamis, 12 Oktober 2017

Banu Tewas, Ketum PSSI Letjen TNI Edy Rahmayadi: Suporter Yang Disana (Persita) Melempari Suporter Prajurit





Jakarta - Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi menyesalkan kerusuhan pada pertandingan Persita Tangerang versus PSMS Medan yang berujung meninggalnya satu suporter. Menurut Edy, sepakbola seharusnya menjadi hiburan.

Banu Rusman, suporter Persita, meninggal usai terjadinya bentrok antarsuporter pada laga Persita vs PSMS di babak 16 besar Liga 2 di Stadion Mini Persikabo, Bogor, Rabu (11/10/2017). Banu mengembuskan napas terakhirnya meski sempat dilarikan ke RSUD Cibinong.

"Kami sangat prihatin dan menyayangkan peristiwa ini. Kami juga ikut berduka dan menyampaikan rasa simpati kami untuk keluarga korban," kata Edy dalam rilis.

"Sepakbola seharusnya menjadi sebuah hiburan," ujar Edy.

Kerusuhan di Stadion Persikabo bermula ketika suporter Persita turun ke lapangan karena tak terima timnya kalah 0-1. Suporter Persita akhirnya terlibat bentrok dengan suporter PSMS yang didominasi oleh prajurit TNI.

"Saya akan cari tahu apa sebabnya. Karena yang saya tahu sementara ini, sebelum kerusuhan suporter yang di sana melempari suporter prajurit. 15 prajurit kepalanya bocor-bocor," ungkap Edy.

Edy menyatakan untuk sementara tidak akan mengizinkan suporter dari prajurit untuk masuk ke dalam stadion. Menurut Edy, kalau ada prajurit terbukti terlibat dan bersalah maka akan diberikan hukuman sesuai dengan aturan hukum.


Sumber : https://m.detik.com/sepakbola/liga-indonesia/d-3681900/kerusuhan-suporter-kembali-makan-korban-ketum-pssi-sepakbola-harusnya-jadi-hiburan

Selasa, 10 Oktober 2017

Kompolnas: Jangan Menebar “Kebencian” Dengan Isu Senjata Api




Kompolnas: Jangan Menebar “Kebencian” Dengan Isu Senjata Api
Saya memandang perlu mengingatkan kembali agar turutilah perintah Presiden untuk jangan “gaduh”.

Saya berharap jangan ada upaya menebar kebencian di negara damai ini.
Akan tetapi, kegaduhan sepertinya terjadi lagi ketika ada konferensi pers sebagai mana dikutip dari http://nasional.kompas.com/read/2017/10/10/11585461/tni-senjata-yang-dibeli-polri-punya-kecanggihan-luar-biasa.

Disisi lain, perlu kiranya banyak hal diluruskan sebagai dampak dari siaran pers tersebut, guna mencerdaskan kehidupan bangsa ini.

Bahwa peluncur granat kaliber 40 X 46 mm selain dapat diisi amunisi tajam, juga dapat diisi dengan amunisi asap, Gas air mata dan amunsi latihan.

Amunisi tajam hanyalah untuk upaya Ultimumremedium. Dalam penggunaan amunis tajam, diproyeksikan untuk menghadapi spectrum ancaman kelompok kriminal bersenjata dengan tetap mempedomani aturan-aturan penggunaan senjata api, seperti Perkap No 1 tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, dimana penggunaan senjata api merupakan tahap ke-6 ( tahap terakhir ), dan Perkap No 8 tahun 2009 tentang implementasi HAM dalam pelaksanaan tugas Polri, yaitu ketika terjadi ancaman secara agresif bersifat segera yang mengancam keselamatan jiwa petugas dan masyarakat.

Didalam mewujudkan Harkamtibmas khususnya yang berintensitas dan berkadar tinggi seperti Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), Korps Brimob Polri juga dihadapkan pada tugas penanggulangan konflik sosial berupa huru-hara, tindakan anarki, rusuh masal, sehingga grenade launcher dapat diperlakukan sebagai laras licin yang diisi dengan amunisi gas asap/gas air mata sebagai perlengkapan pasukan PHH dan Anti anarki.

Pada hakikatnya sebuah keniscayaan bahwa Polri perlu dipersenjatai semoderen mungkin, terlebih Brimob, karena Polri harus menjaga stabilitas kamtibmas dalam kondisi apapun termasuk pada saat oknum atau kelompok tertentu yang memilik senjata, seperti yang pernah terjadi di negara kita pada masa lalu yaitu upaya-upaya sejumlah oknum militer untuk melakukan gangguan stabilitas Kamtibmas.

Senjata pelontar pada konsepnya adalah senjata dengan kaliber tertentu yang mampu melontarkan berbagai amunisi. Amunisi pelontar yang dibuat bisa sesuai pesanan mulai dari munisi  latihan  warnanya biru bahan terbuat dari tepung maupun hanya isian peledak primer saja sehingga bila terlontar maka akan meledak saat menghantam sasaran hanya keluar semburan tepung dan letusan kecil saja.

Kemudian isian Anti Personil biasanya warna kuning atau merah atau silver dengan tulisan HIGH EXPLOSIVE atau HE  anti personel yang bila dilontarkan akan meledak bila menghantam benda keras dan akan mengeluarkan serpihan seperti granat tangan dan mematikan bila jatuh dalam radius mematikan biasanya kurang dari 10 meter. Tetapi diluar jarak tersebut biasanya hanya melukai.

Sedangkan terakhir adalah anti material dengan tulisan juga sama HIGH EXPLOSIVE ANTI MATERIAL atau ARMOUR warnanya biasa hitam tergantung pabrik.  Akan meledak bila menghantam benda sangat keras seperti permukaan tank atau lapis baja dengan kekuatan lebih mematikan dan radius melukai juga lebih lebar cuma kelemahannya harus hantam benda keras kalau jatuh di sawah lembek akan pusung atau tidak ledak.

Amunisi yang “disimpan / dititipkan” menurut berita koran ya betul merupakan munisi tajam jenis anti personil karena memang brimob polri butuh untuk operasi penegakkan hukum sekala tinggi menghadapi kejahatan insurjensi dan terorisme.

Fakta bahwa ketika Brimob beberpa kali kontak  ditemukan senjata sniper berat 12.7mm di Poso, maupun kaliber 7.62 mm yang digunakan KKB di Papua, apalagi ketika mereka berhadapan dengan GAM di Aceh yang lengkap dengan RPG juga, adalah sebagian kecil dari alasan mengapa Polri dan khususnya Brimob harus dipersenjatai dengan canggih, selain karena negara ini pernah mengalami upaya untuk mengganggu pemerintahan yang sah oleh sekelompok oknum militer bersenjata.

Apa istimewanya peluncur granat dan amunisi tajamnya yang melumpuhkan, dibandingkan dengan Tank Scorpion dan Tank Leopard yang jelas sangat mematikan dan jauh lebih mahal dari peluncur granat tersebut?

Jika amunisi dari pelontar granat tersebut diikatakan lebih istimewa dibandingkan dengan peralatan perang atau semjata milik militer Indonesia, saya pikir ini pembodohan publik dan upaya provokasi yang berpotensi mengganggu stabilitas pemerintahan yang berkuasa sekarang.

Alangkah aneh dan naif bahwa pada Apel Kasatwil Polri di Akpol tanggal 9 Oktober 2017, seolah permasalahan senjata sudah selesai, karena terlihat bahwa mereka yang selama ini “meneiaki” pengadaan peluncur granat Polri, telah bersama para pejabat Polri “cair” dan beramah tamah.
Laku kenapa tiba-tiba hari ini (10/10) ada siaran pers yang mengutik-utik masalah senjata kembali.

Alasan militer menjalankan amanah hukum menyimpan amunisi tajam dari peluncur granat tersebut, juga patut dilihat sebagai upaya pembodohan publik dan upaya provokasi lainnya.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1948 Senjata Api. Pendaftaran. Idzin Pemakaian. Mencabut Peraturan Dewan Pertahanan Negara No. 14 dan menetapkan Peraturan tentang Pendaftaran Dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api.

Pada Pasal 5 ayat (1) jelas diatur bahwa Senjata api yang berada ditangan orang bukan anggauta Tentara atau Polisi harus didaftarkan oleh Kepala Kepolisian Karesidenan (atau Kepala Kepolisian Daerah Istimewa selanjutnya disebut Kepala Kepolisian Karesidenan saja) atau orang yang ditunjukkannya. Sedangkan pada ayat (2) pasal tersebut bahwa Senjata api yang berada ditangan anggauta Angkatan Perang didaftarkan menurut instruksi Menteri Pertahanan, dan yang berada ditangan Polisi menurut instruksi Pusat Kepolisian Negara.

Aturan ini menegaskan bahwa yang mengatur pendaftaran senjata milik Sipil dan Polri adalah Polri, sedangkan TNI hanya mengatur miliknya sendiri.

Kemudian, berdasarkan eraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1960 Tentang Kewenangan Perijinan Yang Diberikan Menurut Perundang Undangan Mengenai Senjata Api, ditegaskan pula sebagai mana dimaksud dalq Pasal 1 aturan tersebut bahwa “Kewenangan untuk mengeluarkan dan/atau menolak sesuatu permohonan perijinan menurut Vuurwapenregelingen A (in-, uit-, doorvoer en lossing) dan B (bezit-, handel en vervoer) 1939, Ordonnantie tanggal 19 Maret 1937 (Staatsblad 1937 No. 170), sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Staatsblad 1939 No. 278) dan Vuurwapenuitvoerings-voorschriften (invoer, uitvoer, doorvoer en lossing, bezit-, handel en vervoer) 1939, Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Staatsblad 1939 No. 279), diberikan kepada Menteri/Kepala Kepolisian Negara atau pejabat yang dikuasakan olehnya untuk itu, kecuali mengenai perijinan untuk kepentingan (dinas) Angkatan Perang, yang diurus oleh masing-masing Departemen Angkatan Perang sendiri”.

Aturan ini semakin menguatkan makna dari aturan sebelumnya (1948) bahwa yang mengatur pendaftaran senjata milik Sipil dan Polri adalah Polri, sedangkan TNI hanya mengatur miliknya sendiri.

Terlebih berdasarkan Penjelasan Pasal 1 Perppu dimaksud bahwa “Ketentuan perijinan mengenai senjata api, obat peledak, mesiu dan lain sebagainya untuk kepentingan (dinas) Angkatan Perang hendaknya diatur dalam lingkungan Angkatan Perang sendiri.

Adapun yang diperuntukkan bagi pribadi anggota Angkatan Perang tetap termasuk bidang kewenangan perijinan seperti untuk umum di luar Angkatan Perang, ialah di bawah Menteri/Kepala Kepolisian Negara”.

Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2010 Tentang Pedoman Perizinan, Pengawasan Dan Pengendalian Senjata Api Standar Militer Di Luar Lingkungan Kementerian Pertahanan Dan Tentara Nasional Indonesia

Pasal 1 angka 4 telah bertentangan dengan Asas Hukum: Asas lex superior derogat legi inferior yang artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang rendah (asas hierarki). – vide Pasal 5 huruf c. Permenhan tersebut juga bertentangan dengan Hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia menurut ketentuan UU No.12 Tahun 2011 – vide Pasal 5 huruf c , Pasal 7 dan Pasal 8 (sebelumnya lihat UU No. 10 Tahun 2004). Kemudian Permenhan tersebut bahkan juga bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1948 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1960
Artinya terhadap senjata milik Polri, tidak ada kewenangan TNI mengawasi dan mengatur kepemilkan serta penggunaan senjata apapun milik non organik-TNI. Karena Permenhan bertentangan dengan UU maka keberlakuan pasal-pasal yang mengatur senjata Polri dan Sipil Wajib dikemsampingkan, Tidak mengikat dan Tidak boleh dijadikan rujukan hukum.

Pasal Permenhan dimaksud harus dipandang batal demi hukum dan Jika masih dipakai, wajib dibatalkan melalui proses hukum atau dengan sukarela oleh pembuatnya.

Untuk permasalahan ini semua agar Kemenhan segera lakukan revisi / perubahan setidaknya pasal terkait dengan persenjataan yang merupakan kewenangan Polri, serta agar pihak oknum militer yang selalu merasa tidak puas hingga harus memberikan keterangan persnya, agar dengan legowo dan ikhlas menerima kenyataan Supermasi Sipil dan Supermasi Hukum.

Kedepannya, agar segera pemerintah berserta DPR membuat dan mensahkan UU Peradilan Umum bagi anggota Militer yang terlibat permaslahan non militer dan non perang, sebagaimana amanah Tap MPR no 6 dan 7 tahun 2000.

Sehingga akan mudah melakukan audit forensik dan penyidikan terhadap pengadaan dan keberadaan senjata milik militer Indonesia, oleh institusi sipil.

Tidak perlu dihindari juga, mutatis mutandis, audit persenjataan Polri mulai dari pengadaan, penggunaan hingga perawatan, secara bertahap perlu dilakukan oleh Itwasum Polri.

Andrea H. Poeloengan
Anggota Kompolnas